Hari-hari yang kulalui saat ini adalah hari-hari yang penuh
kegersangan, begitu padat dengan kegelisahan, teramat sarat akan
kegalauan. Aku merasakan betul betapa jiwa ini perlu berbagi keluh,
kisah, suka, duka, berbagi, berbagi, dan berbagi. Kepada siapa aku
berbagi? Jika jawabannya kepada Allah, itu mah sudah pasti atuh!
Yang hendak aku soroti dalam hal ini, dalam tataran atau dalam posisiku
sebagai makhluk yang sudah pasti Allah ciptakan berpasangan, aku
merindukan perjumpaan dengannya.
Nah, lho, perjumpaan dengan siapa?
Aku
merindukan perjumpaan dengan dia yang menjadi belahan jiwaku. Dia yang
akan menyelimutiku dalam ketergigilan. Dia yang akan menjadi penenangku
dalam kegelisahan. Dia yang akan memercikiku dalam kemalasan untuk
berdiri di sepertiga malam. Dia yang akan mempersembahkan indahnya
Ar-Rahman, melantunkan Maryam yang menawan. Dia yang akan selalu
tersenyum dalam setiap kelelahanku. Dia yang akan memanjakan diri di
hadapanku. Dia yang akan mengajakku bermunajat dan merayakan cinta. Dia
yang semakin aku urai, semakin aku merindukannya. Dia yang sama sekali
aku tak tahu berasal dari mana, namanya siapa, seperti apa orangnya. Ah,
terkadang kerinduan ini begitu membuatku pilu, namun juga terkadang
membuatku tersipu. Maha besar Allah yang telah mengaruniakan kerinduan
ini.
Ust Salim A Fillah (Baca: Penulis Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim)
menyampaikan bahwa orang suci menjaga kesuciannya dengan pernikahan,
menjaga pernikahannya dengan kesucian. Aku begitu bersyukur jika aku
termasuk ke dalam golongan orang yang seperti itu, yang menjaga
kesuciannya dengan pernikahan dan menjaga pernikahannya dengan kesucian.
Rasanya saat ini, jauh panggang dari api. Aku ini bukan orang suci.
Ingin sekali rasanya, aku – dan aku percaya para pembaca pun punya
keinginan yang sama denganku – untuk menjadi orang suci dan melakukan
sesuatu yang dilakukan oleh mereka, orang-orang suci. Orang-orang yang
menjaga kesuciannya dengan pernikahan. Menjaga pernikahannya dengan
kesucian. Indahnya. Ah, betapa indahnya.
Aku merasakan betul, betapa berat hidup membujang (jadi inget lagunya bang haji ni, kalo di film-film mungkin sudah ada back sound lagu dangdut yang menemaniku menuliskan curhatan ini). Selain pada diaryku, kepada siapa aku boleh bercumbu rayu? Kepada siapa aku boleh bergombal ria? Mengapa dia belum kunjung tiba? Halah,
salahnya, mengapa aku begitu suka merangkai kata? Mengapa (ups!
hati-hati, pertanyaan “mengapa” bisa menjerumuskanmu pada sikap
menyalahkan takdir, lho! kata Aa Gym, Rasul itu jarang sekali atau bahkan tidak pernah samasekali bertanya “mengapa” semasa hidupnya)
Setahuku
(yang pengetahuannya begitu terbatas ini) Allah telah menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan termasuk semua manusia, termasuk aku.
Jadi, pasangan adalah sesuatu yang pasti. Sesuatu yang telah dijanjikan
Allah. Tidak mungkin, manusia yang terlahir ke dunia ini tidak ada
pasangannnya. Sekalipun sampai matinya manusia itu dalam keadaan
sendiri, Allah telah menyiapkan pasangannya di kehidupan kedua yang
lebih lama. Kira-kira begitulah kata salah seorang Ust. Entah di mana
aku menemukannya. Entah di buku atau di ceramah-ceramah.
Terkadang,
penantian ini menjadi begitu mengasikkan. Apalagi ketika semangat
menulisku muncul seperti saat ini. Dalam kondisi tertentu hal ini
menjadi sebuah manfaat yang tidaklah kecil, merangsang eksplorasi
keterampilan menulisku. Tetapi juga sebetulnya sekaligus men-teror-ku, tentang sebuah kesiapan untuk menjemput si dia yang telah Allah janjikan untuk menggenapkan dien-ku,
mengobati kerinduanku. Mewarnai hari-hariku. Menjadi jalan bertambahnya
syukur dan ketersungkuranku dalam sujud panjang dengan mata yang rinai
dan mulut yang lirih berucap hamdalah: Alhamdulillah, Alhamdulillahi Robbil Alamin.
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. 30: 21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar