Aku ingin menulis, tapi entah apa yang akan aku tulis, kertas demi
kertas sudah penuh dengan coretan. Rasanya ingin aku ungkapkan semua
yang ada dalam pikiran ini ke dalam kertas putih. Tapi aku bingung harus
memulainya dari mana? Apa yang harus aku tulis, apa yang harus aku
ceritakan.
Kebosanan yang ku alami, memang menjenuhkan otak ini,
tidak dapat ke mana-mana. Cuma berkutik di dalam rumah saja. Jenuh
memang, namun itulah yang aku alami saat ini.
Suara azan mulai
memanggil, Ya Allah, apakah aku harus bosan melaksanakan perintah-Mu
ini, untuk menyembah-Mu saja, aghh malas rasanya. Namun aku selalu ingat
kata-kata tengku yang mengajari aku mengaji waktu aku masih kecil.
‘Shalat itu tidak boleh ditunda-tunda, semakin di tunda akan semakin
malas kita untuk mengerjakannya” kata-kata itu selalu teringat, namun
masih saja tergolek ditempat tidur…
Kamar sudah seperti kapal pecah, tidak pernah terurus sama sekali. Ah biarkan saja pikirku, entarkan akan di bereskan Ummi.
Suara
handphone berbunyi. ‘Tininitniit, begitulah suara handphone yang
bergetar sambil mengeluarkan bunyinya. Segera ku ambil dari saku celana,
dan ku baca di layar handphone sebuah pesan masuk dari orang yang aku
kenal. Nama Furqan tertera di layar handphone.
Segera ku buka dan
kubaca isinya. ”Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS.
Quraisy: 1-3).
Azan sudah memanggilmu, apa lagi yang kau tunggu,
segera basuhkan anggota badanmu untuk menghadapnya, apa lagi yang kau
tunggu. Shalatlah tepat waktu, janganlah engkau menunda-nundanya. Sebab
itu akan membuatmu malas dan bosan. Selamat menunaikan ibadah shalat
Ashar :D
Tetap semangat dalam melaksanakan ibadah teman :D”.
Ah
itu lagi, bosan juga lama-lama membacanya. Tapi bukankah dia teman yang
baik, yang selalu mengingatkan temannya untuk melaksanakan shalat?
Pikirku dalam hati.
Handphoneku bergetar dan berbunyi kembali.
‘‘Tininitniit. Segera ku buka isi pesan tersebut. ‘‘Shalatlah kamu di
belakang imam, sebelum kamu di shalatkan di depan imam. Selamat
menunaikan ibadah shalat Ashar”
Sebuah pesan dari Indah, kembali mengingatkan ku untuk menunaikan shalat.
Ah raguku masih saja malas untuk ku gerakkan. Namun batin ini seperti ada sesuatu yang hilang.
”Indra, indra” suara Ummi, memanggil-manggil namaku.
Namun
aku diam saja di dalam kamar. Ketika Ummi masuk ke kamar betapa
terkejutnya Ummi melihat isi kamar yang berantakan seperti kapal pecah
ini.
”Astagfirullahhal’azim Indra”
‘‘Kenapa Mi” tanyaku heran.
Dengan emosi yang meluap-luap, Ummi memulai ceramahnya. Dan aku hanya bisa diam saja.
Kertas dan buku yang penuh dengan coretan beserakan di mana-mana. Baju seragam sekolah diletakkan di atas kasur.
‘Kamu ini Dra, tidak kasian apa sama umi, sehingga kamarmu ini seperti kapal pecah saja’
Tanpa sengaja Ummi melihat bungkus rokok yang terletak di samping lemari. Segera saja Ummi mengambil dan menunjukkan pada Indra.
‘Ini apa??’ tanya Ummi
Aku hanya diam saja, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku kembali di tampar dengan pertanyaan Ummi lagi.
‘Sejak kapan kamu mulai ngerokok??’ tangan Ummi sambil menjewer telingaku
‘Ampun Mi, indra janji gak akan ngerokok lagi’
‘Segera bereskan kamar mu, satu jam lagi harus rapi semua’
‘Baik Mi’
‘Oh ia satu lagi, udah shalat kamu??” pertanyaan Ummi seperti menamparku lagi
‘Belum Mi’
‘Hah, belum shalat, ini sudah jam 5, shalat dulu sana, baru bereskan ini’
‘Baik mi’ aku menuruti perintah Ummi.
‘Ummi, jangan bilang sama Abi ya”
Ummi hanya diam saja, sambil keluar dari kamar ku
Segera
aku keluar kamar, menuju kamar mandi, untuk mengambil Wudhu, ternyata
setelah berwudhu, pikiranku kembali tenang, rasa bete hilang. Setelah
siap berwudhu, segera aku kembali ke kamar, segera ku bersihkan sedikit
ruang kamar, tempat aku shalat Ashar. Dan ku ambilkan sajadah yang
terletak di dalam lemari pakaian, dan ku lentangkan di tempat yang sudah
dibersihkan.
Ku ambilkan posisi yang pas, sambil mengucapkan ”Allahu akbar”
Ternyata
setelah selesaikan shalat pikiranku kembali tenang. Dan segera aku
melipat kembali sajadah dan meletakkannya di tempat semula. Lalu ku
melirik ke sekitar kamar ku, ternyata benar-benar berantakan. ‘Hufff’
Tanpa
berfikir panjang lagi, segera ku bereskan isi kamar yang kata Ummi tadi
seperti barang pecah. Ternyata capek juga membersihkan kamar yang
begitu berantakan. Kasian Ummi, selalu membersihkan kamar ku seperti
ini. Aku berjanji pada diriku sendiri, tidak akan membiarkan Ummi
kecapean, membersihkan kamarku ini. Toh aku sudah gede, masa masih
menyusahkan Ummi. Pikirku
Tapi, gimana ya?? Apakah Ummi akan
mengadu sama Abi??? Semoga saja Ummi, masih sayang sama Indra, Ya Allah
jangan biarkan Ummi mengadu sama Abi. Aku takut Abi marah ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar