Suatu hari Einstein sedang duduk di atas sebuah kursi di Kantor Paten
Swiss di Bern, yang merupakan sebuah ruang tempatnya bekerja sebagai
pegawai paten. Saat itulah sebuah ide cemerlang melintas di benaknya.
“Seseorang yang jatuh bebas tidak akan mengetahui berat badannya.”
Artinya,
jika saat itu ia beserta seluruh ruangan jatuh dari ketinggian tak
terhingga menuju suatu titik tak hingga pula, maka ia akan merasa tidak
memiliki bobot, karena seluruh tubuhnya akan melayang, begitu pula
kursi, meja, kertas, pulpen gelas. Karena seluruh benda di ruangan itu
dalam keadaan jatuh bebas. Kondisinya akan persis seperti seorang
astronot dalam sebuah pesawat luar angkasa.
Ide sederhana ini
memberi Einstein pemikiran yang mendalam. Emosi liar yang melandanya
saat itu mendorongnya ke arah teori gravitasi dan akhirnya membuatnya
tak ketulungan menjadi ilmuwan besar. Tak tanggung-tanggung, dua
postulat diajukannya dan jadilah Relativitas Einstein suatu argumen yang
belum bisa dibantah.
Begitu simpel, begitu remeh, namun itulah
yang terjadi. Memang ini hanya ilustrasi yang disederhanakan, namun ada
pelajaran besar di sana: Bahwa pemikiran singkat dan sederhana, andai
saja diolah dengan lebih dalam akan menjadi suatu hal yang besar.
Mungkin itu di kepala Newton, kepala Einstein, kepala Galileo, atau juga
di kepala kita? Namun memang kadang itu tak terjadi. Kita lebih memilih
berfikir sederhana dan mengungkapkan hal biasa sambil berlindung di
balik jubah tawadhu dan rendah hati. Dan akhirnya jadilah kita
manusia-manusia sangat sederhana yang benar-benar kelewat tawadhu.
Masalah
umat Islam hari ini dalam hal tawadhu‘ teknologi adalah sangat akut. Ia
kalah oleh pemikiran-pemikiran besar para pendahulunya, yang dulu
menguasai dunia dengan ilmu. Justru sekarang kita yang menjadi badut,
atau penonton pasif. Dunia bergejolak dengan keilmuannya yang meramaikan
sains & teknologi, dan akhirnya menjadi percaya diri untuk sekadar
membuat nuklir dan mengancam Palestina dengan rudal balistik. Ah, betapa
tawadhu itu ternyata membawa keburukan. Bagi saudara-saudara kita.
Tapi
itulah yang terjadi hari ini. Maka berbicara teknologi, dengan konteks
keislaman dan kondisi umat, sesungguhnya adalah bukan bicara sesuatu
yang jauh di awang-awang. Namun merupakan langkah nyata perwujudan
syariah dan pelembagaan ilmu yang merupakan inti kebudayaan Islam itu
sendiri. Merupakan satu langkah yang tak hanya bisa dikatakan nanti
saja, namun sesuatu yang harus juga dipersiapkan, direncanakan, dan
dibuat menjadi nyata, kapan tepatnya Islam akan menguasai teknologi
dunia?
Ini pertanyaan yang harus kita jawab, dengan langkah nyata
dan program yang jelas. Bukan dengan janji-janji dan retorika saja.
Lebih tepatnya ini menjadi pertanyaan yang harus dijawab oleh
orang-orang yang mengaku Islam dan memiliki kemampuan untuk mengejar
ketertinggalan teknologi itu. Atau bagi mereka yang bisa dan mampu
belajar. Siapa saja. Bukankah memang menuntut ilmu itu wajib dan
tuntunan mendasar agama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar