Cinta
akan selalu menjadi tema menarik dalam sejarah peradaban manusia. Baik
dari timur maupun di barat banyak manusia yang berbicara tentang cinta.
Harga mahal dari manifestasi cinta manusia sepanjang sejarah telah
memunculkan decak kagum. Manifestasi (wujud) tersebut bermacam-macam,
yang sejatinya ingin menyampaikan satu pesan yakni cinta.
Menarik jika kita perhatikan. Dalam
sejarahnya kita bisa menyaksikan wujud-wujud tersebut bermacam-macam.
Ada dalam bentuk puisi, kakawin, tarian, nyanyian, patung, gedung dan
sebagainya. Biasanya bentuk karya tersebut menjadi begitu bernilai
karena dibuat dengan sepenuh cinta. Kita bisa menyaksikan wujud-wujud
cinta manusia itu baik cinta terhadap Tuhan maupun cinta kepada sesama
makhluk.
Taj Mahal, Borobudur, Prambanan, Kitab
Arjunawiwaha, Monas, Globa Bung Karno dan lain sebagainya adalah wujud
cinta manusia, terlepas dari kepentingannya atas nama cinta. Yang jelas
karya-karya agung tersebut hingga saat ini masih menyimpan pesona.
Pengalaman menarik pernah saya alami
ketika sedang berjalan-jalan bersama sahabat di sebuah Mall di beberapa
kota besar di Indonsia. Dalam gedung mewah tersebut saya dengan sahabat
saya ingin melaksanakan ibadah shalat. Kebetulan memang sudah waktunya
shalat magrib. Kami pun menyusuri setiap bagian dalam gedung mewah
tersebut. Butuh beberapa menit bagi kami untuk mencari-cari mushola. Dan
akhirnya kami menemukan ruang kecil terpojok yang “dijadikan” mushola.
Ruangannya sempit, panas dengan karpet seadanya. Berbeda jauh dengan
ruangan-ruangan komersil yang ada ditengah gedung.
Saya dan sahabat saya kemudian saling
berpandangan dan sempat mengeluarkan komentar singkat. Sambil tersenyum
miris kami menyayangkan sekali kepada pengelola gedung mengapa tempat
untuk beribadah tidak diprioritaskan?.
Dari apa yang kami alami tersebut, kami
terus berdiskusi mengapa hal itu bisa terjadi. Hingga kami mengeluarkan
asumsi-asumsi sederhana. Dan tulisan inipun merupakan pengembangan dari
hasil diskusi tersebut.
Kasus yang kami alami mungkin juga
pernah pembaca alami. Begitu terpinggirkannya Tuhan dalam keseharian.
Membangun tempat ibadah saja dicarikan tempat-tempat sisa yang tidak
nyaman untuk beribadah. Dan akhirnya memang bermuara kepada cinta.
Walaupun bukan sebuah kesimpulan akhir
dan hanya asumsi, mungkin kita bisa memahami cinta manusia adad 21
kepada Tuhan. Tentu bukan bermaksud menggeneralisasi bagi semua manusia
yang bersikap demikian. Bisa jadi hanya tertuju kepada pemilik dan
pengelola gedung saja. Mungkin pula pemilik gedungnya kebetulan non
muslim. Tapi akan sangat memprihatinkan sekali jika ternyata diketahui
bahwa pemiliknya adalah umat muslim sendiri.
Dan akhirnya akan terlihat kepada kita
ternyata masih ada diantara manusia (mungkin didalamnya kita sendiri)
yang menjadikan Tuhan sekedar “pelengkap” saja. Bukan suatu hal yang
diprioriskan. Tuhan masih menjadi sandaran terakhir ketika
“sandaran-sandaran lain” dianggap masih mampu memberi pertolongan.
Ya, Tuhan di pojok gedung bukti masih
sombongnya manusia kepada Tuhan. Walaupun tetap perlu diapresiasi kepada
pemilik gedung Mall yang masih ingat dengan membangunkan ruangan sempit
yang “dijadikan” mushola itu. Ya itulah buktinya cinta manusia kepada
Tuhannya.
Anton
Saputra
sumber: islamedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar