Berikut ini adalah tulisan terakhir dari Ukhtina Novilia Lutfiatul,
salah seorang mahasiswi Kedokteran Universitas Diponegoro yang menjadi
korban dalam kecelakaan maut di Baturaden, Purwokerto.
Tulisan ini diposting tanggal 1 November 2012 lalu. Semoga Allah
menempatkan beliau sebagai salah satu da’iyah yang menghuni surga.
Semoga tulisan beliau ini menjadi i’tibar bagi kita yang masih hidup
mengenai kematian:
“Manusia berawal dari setetes air mani
yang hina. Berakhir menjadi seonggok daging yang membusuk. Dan saat ini
berada diantara keduanya dengan membawa kotoran kemana-mana.” (Salim A. Fillah – Dalam Dekapan Ukhuwah)
Kematian
merupakan salah satu topik yang sangat dihindari oleh kebanyakan orang,
apalagi kita yang masih muda-muda. Sukar dimulai dan mudah untuk
dihentikan. Padahal setiap manusia tak akan pernah tahu waktu
kedatangannya. Kematian tak akan memandang umur, tua muda akan mati bila
waktunya memang telah tiba.
Setiap kali memasuki ruangan
praktikum anatomi jantungku selalu berdesir miris. Seonggok tubuh yang
terbujur kaku dengan bentuk yang sudah tak beraturan dan tak “manusiawi”
menjadi pemandangan yang selalu ditemui setiap minggunya. Melawan
kodrat alam, dipaksa tak membusuk dengan formalin. Tubuh-tubuh yang
dulunya selalu dibanggakan, tegap, gagah, langsing dan sebagainya yang
menjadi pemicu dosa bila tak digunakan dalam koridor syariat-Nya.
Untuk
melawan rasa takut, hal pertama yang aku perhatikan saat menghadapi
cadaver adalah wajahnya. Walaupun tetap bergidik merinding melihat
otot-otot wajah yang menegang saat sakaratul maut. Tergambar jelas
kesakitan yang dirasakan saat detik-detik malaikat Izrail menjemput.
Bahkan manusia termulia, dengan pengambilan ruh yang benar-benar pelan
dan lembut saja merasakan sakit yang benar-benar sakit. Apalagi kita,
yang sadar akan siksa neraka namun tetap rutin berbuat dosa.
Ya
Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah
kami dalam menghadapi sakaratul maut, mudahkanlah kami dalam menghadapi
sakaratul maut.
Seringkali tak teganya rasanya membuka
lapisan demi lapisan kulit mereka, menarik-narik otot untuk mencari
perlekatannya, mengorek-ngorek menemukan pembuluh darah serta syaraf
yang letaknya tersembunyi dan lain-lain. “Ini dulunya juga manusia Nov,
sama sepertimu, maka perlakukanlah dengan baik dan lembut,” ucapku pada
diri sendiri.
Perasaan jijik juga sering mendatangi, bersyukur
pada Allah yang memberikan rasa lupa pada manusia. Sehingga aku dan
teman-teman masih bisa makan walaupun baru saja memegang dan berkutat
dengan cadaver menggunakan tangan kosong, setelah cuci tangan tentunya.
Laboratorium
anatomi dan seluruh mayat-mayat didalamnya selalu mengingatkanku akan
datangnya kematian yang tak tahu kapan akan menjemputku. Mereka adalah
guru-guruku, guru dunia karena mengajarkan banyak ilmu pengetahuan serta
guru akhirat yang menjadi reminder akan kehidupan dunia yang sementara
ini.
Mayat-mayat yang tak jelas asal usulnya, tunawisma, preman
dengan tato-tato di tubuhnya dan entah siapa itu tak pernah mengharapkan
tubuhnya disayat-sayat dan dipotong-potong menjadi media pembelajaran
kami. Semasa hidupnya mereka pasti mengharapkan mayatnya kelak diurus
sewajarnya. Dimandikan, disholatkan, dikafani, dimakamkan, dan didoakan
oleh keluarga. Pantas atau tidak mereka bisa disebut orang-orang yang
tidak beruntung.
Salah seorang temanku pernah bertanya “Apa
dosa-dosa mereka bisa tergugurkan ya? Secara fisik mereka adalah preman
yang tak pernah kita tahu amal ibadahnya, dan dilihat dari niat mereka
tak pernah berharap jadi media praktikum.”
“Hanya Allah yang tahu,
tugas kitalah selalu berdoa agar dosa-dosa mereka diampuni melalui
setiap sentuhan dan perlakuan yang kita berikan pada mereka,” ucapku
menutup pembicaraan seusai praktikum bebas malam itu.
Ya Allah, siapapun mereka, ampunilah dosa-dosa mereka
Jadikanlah setiap perlakuan yang kami berikan sebagai penggugur dosa mereka
Terimalah setiap amal ibadah mereka semasa hidup dulu
Gantikanlah liang lahat mereka dengan rumah-rumah surga-Mu
Gantilah kain kafan mereka dengan baju-baju kebesaran penghuni surga
Sayangilah mereka
Karena mereka kami mengenal ilmu-ilmu Mu
Karena mereka kami menjadi orang yang bersyukur
Dan karena mereka, kelak kami bisa menolong hamba-hamba Mu
Novilia Lutfiatul
sumber: fimadani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar